Jumat, 25 Mei 2012

LAPORAN PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang

Plankton merupakan jasad renik yang umumnya terdiri dari organisme pelagik baik yang berasal dari binatang maupun tumbuhan.Umumnya mereka berukuran sangat kecil dan terapung/melayang di kolam air. Gerakan mereka biasanya selalu ditentukan oleh gerakan masa air itu sendiri (Davis, 1955).
Spirulina merupakan mikroorganisme autrotrof berwarna hijau-kebiruan dengan sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix), sehingga disebut alga biru-hijau berfilamen (cyanobacterium).
Nannochloropsis oculata merupakan mikroalga bersel satu yang termasuk ke dalam kelas Eustigmatophyceae, mempunyai potensi yang sangat besar untuk bahan baku produksi trigliserida, karena mikroalga ini sangat mudah dibudidayakan secara kontinyu dengan masa
panen yang singkat.

1.2       Tujuan
            1.2.1 Mengetahui Densitas Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata
            1.2.2 Mengetahui Pola distribusi Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Spirulina

            Spirulina merupakan mikroorganisme autrotrof berwarna hijau-kebiruan dengan sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix), sehingga disebut alga biru-hijau berfilamen (cyanobacterium) (Richmond 1988 dalam Pamungkas 2005).Bentuk tubuh Spirulina sp yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12 mikrometer. Filamen Spirulina sp hidup berdiri sendiri dan dapat bergerak bebas (Richmond 1988)
          Beberapa spesies Spirulinayang telah ditelaah secara baiksepertiSpirulina maxima, dan Spirulina platensis. Spirulina maxima terlihat sebagai benang filamen bersel banyak dengan ukuran panjang 200-300 dan lebar 5-70 mikron. Suatu filamen dengan 7 spiral akan mencapai ukuran 1000 mikron dan berisi 250-400 sel (Angka dan Suhartono 2000).
Klasifikasi Spirulina menurut Bold & Wyne (1978) Pamungkas (2005) adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Protista
Divisi               : Cyanophyta
Kelas               : Cyanophyceae
Ordo                : Nostocales
Famili              : Oscilatoriaceae
Genus              : Spirulina
Spesies            : Spirulinaplatensis


2.2       Nannocloropsis oculata
            Nannochloropsis oculata merupakan mikroalga bersel satu yang termasuk ke dalam kelas Eustigmatophyceae, mempunyai potensi yang sangat besar untuk bahan baku produksi trigliserida, karena mikroalga ini sangat mudah dibudidayakan secara kontinyu dengan masa panen yang singkat. Seperti halnya mikroalga yang lain, pertumbuhan Nannochloropsis oculata sangat tergantung pada ketersediaan nutrien, intensitas cahaya, karbondioksida, pH, suhu dan salinitas. Intensitas cahaya sangat diperlukan oleh mikroalga untuk menjalankan proses fotosintesis. Kurangnya intensitas cahaya yang dibutuhkan oleh mikroalga untuk aktivitas fotosintesis akan menyebabkan proses fotosintesis tidak berlangsung normal sehingga menggangu biosintesis sel selanjutnya.                                                              (library.its.ac.id)

2.3       Distribusi Mikroalgae
            Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), menyatakan bahwa terdapat empat kelompok mikroalga antara lain : diatom (Bacillariophyceae), alga hijau (Chlorophyceae), alga emas (Chrysophyceae) dan alga biru (Cyanophyceae). Penyebaran habitat mikroalga biasanya di air tawar (limpoplankton) dan air laut (haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan distribusi vertikal di perairan meliputi : plankton yang hidup di zona euphotik (ephiplankton), hidup di zona disphotik (mesoplankton), hidup di zona aphotik (bathyplankton) dan yang hidup di dasar perairan / bentik (hypoplankton) (Eryanto et.al, 2003).

2.4       Manfaat Mikroalgae
            Peran pembuatan bahan kehidupan dari mineral yang tak bernyawa dimulai dari tumbuhan.Mikroalga sebagai tumbuhan tingkat paling rendah memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan demineralisasi tersebut di lingkungan perairan.Nutrien sederhana dibuat menjadi molekul kehidupan yang lebih kompleks dengan bantuan sinar matahari.Mikroalga inilah yang kemudian menentukan produktifitas primer perairan.
Sebagai produsen, mikroalga mengandung nutrisi yang lengkap kaya protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Selain itu alga juga mengandung pigmen astaxanthin, zeaxanthin, chlorophil, phycocyanin, phycoeritrin yang memiliki fungsi pewarnaan dan antioksidan.Mikro mineralnya bersama vitamin mampu memperbaiki metabolisme tubuh dan daya tahan.  Contoh-contoh yang sudah dikenal di masyarakat adalah Chlorella dan Spirullina yang dimanfaatkan sebagai nutraceutis/suplemen kesehatan. Spesies lain seperti diatom dimanfaatkan sebagai pakan utama pembenihan udang laut. Mikroalga juga memiliki kemampuan menyerap logam berat dan limbah sehingga sering dimanfaatkan sebagai pemurni lingkungan. (aquafiles.wordpress.com)

2.5       Faktor yang Mempengaruhi keberadaan Mikro algae
1. pH  
Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen. Variasi pH pada dapat mempengaruhi metabiolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum kisaran pH yang optimum pada kulturNannochloropsis sp. antara 7 –
10 (Anonim, 2008).    
2. Salinitas      
Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Beberapa fitoplankton dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah.Namun, hampir semua jenis fitoplankton dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit dibawah habitat asal.Pengaturan salinitas pada medium yang diperkaya dapat dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar.Kisaran salinitas yang dimiliki oleh Nannochloropsis sp. antara 32–36 ppt, tetapi salinitas paling optimum untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah 33-35 ppt (Anonim, 2008).       
3. Suhu           
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi fitoplankton diperairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur fitoplnkton berkisar antara 20-24oC. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada medium yang digunakan. Suhu di bawah 16oC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36oC dapat menyebabkan kematian.Beberapa fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi. Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat dilakukan dengan mengalirkan air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan alat pengatur suhu udara (Taw, 1990)
4. Cahaya       
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat menentukan pertumbuhan fitoplankton yaitu dilihat dari lama penyinaran dan panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Kedalaman dan kepadatan kultur yang lebih tinggi menyebabkan intensitas cahaya yang dibutuhkan tinggi. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinhibisi dan pemanasan. Penggunaan lampu dalam kultur mikroalga minimal dinyalakan 18 jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga dapat tumbuh dengan konstan dan normal.(Coutteau, 1996)       
5. Karbondioksida     
Karbondioksida diperlukan oleh fitoplankton untuk memenbantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup digunakan dalam kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton (Taw, 1990).
6. Nutrien       
Fitoplankton mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan fitoplankton dengan kultur dapat mencapai optimum dengan mencapurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan mikronutrien, makronutrien meliputi nitrat dan fosfat.Makronutrien yang berupa nitrat dan fospat merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton.Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun di air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti amonia, nitrit, dan senyawa organik dapat dapat digunakan apabila kekurangan nitrat. Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang berbeda-beda. Vitamin tersebut antara lain B12, B1 dan Biotin. Mikronutrien tersebut digunakan fitoplankton untuk berfotosintesis (Taw, 1990)
7. Aerasi         
Aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium. (
Coutteau, 1996)       
Pertumbuhan fitoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambahnya banyaknya jumlah sel. Kepadatan sel dalam kultur Nannochloropsis sp. digunakan untuk mengetahui pertumbuhan jenis fitoplankton tersebut. Kecepatan tumbuh dalam kultur ditentukan dari medium yang di gunakan dan dapat dilihat dari hasil pengamatan kepadatan Nannochloropsis sp. yang dilakukan tiap 24 jam (1 hari) untuk kultur Nannochloropsis sp. Pertumbuhan fitoplankton secara umum dapat dibagi menjadi lima fase yang meliputi fase lag, fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase lag penambahan jumlah densitas fitoplankton sangat rendah atau bahkan dapat dikatakan belum ada penambahan densitas. Hal tersebut disebabkan karena sel-sel fitoplankton masih dalam proses adaptasi secara fisiologis terhadap medium tumbuh sehingga metabolisme untuk tumbuh manjadi lamban. Pada fase eksponensial, terjadi pertambahan kepadatan sel fitoplankton (N) dalam waktu (t) dengan kecepatan tumbuh (ยต) sesuai dengan rumus eksponensial. Pada fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai melambat karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan. Pada fase stasioner, faktor pembatas dan kecepatan tumbuh sama karena jumlah sel yang membelah dan yang mati seimbang. Sedangkan pada fase kematian, kualitas fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami pembelahan. Keberhasilan kultur ditandai dengan pertumbuhan yang semakin meningkat dari kepadatan fitoplankton, hal tersebut merupakan waktu generasi pertumbuhan fitoplankton, sehingga dapat dikatakan waktu generasi merupakan waktu yang diperlukan suatu fitoplankton untuk membelah dari satu sel menjadi beberapa sel dalam pertumbuhan.








BAB III
MATERI DAN METODE

3.1       Waktu dan Tempat
            Hari/tanggal    : Jumat, 20 April 2012
            Waktu                         : 15.30 – 17.30
            Tempat            : Laboratorium Biologi
                                      Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
                                      Universitas Diponegoro

3.2       Alat dan Bahan
            3.2.1    Alat    
                        1. Mikroskop                           : sebagai alat untuk mengamati sampel
                        2. Sedgewick rafter                 : sebagai wadah/ tempat sampel
3.Cover glass                           : sebagai penutup sedgewick rafter  agar sampel  tidak tumpah
4. Pipet tetes                           : untuk mengambil sampel
5.Tabung reaksi
                       : sebagai wadah sampel
                        6. Kamera                                : alat dokumentasi
            3.2.2    Bahan
                        1. Sampel Spirulina platensis
                        2. Sampel Nannocloropsis oculata

3.3       Metode
            3.3.1    Metode Pengamatan Spirulina platensis
                        1. Siapkan mikroskop dan segala peralatan yang digunakan pada saat praktikum
                        2. Ambil sampel  Spirulina platensis dari tabung reaksi menggunakan pipet tetes
                        3. Masukkan sampel kedalam sedgewick rafter menggunakan pipet tetes
                        4. Tutup menggunakan cover glass, jangan sampai terdapat gelembung
                        5. Amati sampel dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x
6. Hitung jumlah rata- rata distribusi Spirulina platensis, penghitungan dilakukan  dengan 3x pengulangan, setiap pengulangan dilakukan 5x pergeseran.

            3.3.2    Metode Pengamatan  Nannocloropsis oculata
                        1. Siapkan mikroskop dan segala peralatan yang digunakan pada saat praktikum
2. Ambil sampel Nannocloropsis oculata  dari tabung reaksi menggunakan pipet tetes
                        3. Masukkan sampel kedalam sedgewick rafter menggunakan pipet tetes
                        4. Tutup menggunakan cover glass, jangan sampai terdapat gelembung
                        5. Amati sampel dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x
6. Hitung jumlah rata- rata distribusi Nannocloropsis oculata penghitungan dilakukan  dengan 3x pengulangan, setiap pengulangan dilakukan 5x pergeseran.



           















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
           
4.1       Hasil
            4.1.1    Pengamatan Spirulina platensis
                        Pada pengamatan  Spirulina platensis telah dilakukan juga penghitungan jumlah distribusi Spirulina platensis dengan 3 kali pengulangan dan setiap pengulangan dilakukan 5 kali pergeseran terhadap preparat. Berdasarkan metode tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :
                        Penghitunan                I   : 16
                        Penghitungan              II  : 14
                        Penghitungan              III : 17
                        Rata-rata distribusi :16+14+17= 15,67  filamen/ ml
                                                                3
            Gambar Spirulina platensis
                       
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQmJaduuhIies4XXPCZ1KGzlWuB31XBU7P9MEc0rIdKT7CtdbzQLUX9E1Bb
4.1.2    Pengamatan Nannocloropsis oculata
            Pada pengamatan Nannocloropsis oculata telah dilakukan juga penghitunga terhadap distribusi Nannocloropsis oculata dengan 3 kali pengulangan da setiap pengulangan dan setiap pengulangan dilakukan 5 kali pergeseran terhadap sampel. Berdasarkan metode tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :
            Penghitungan              I   : 119
            Penghitungan              II  : 125
            Penghitungan              III : 124
                        Rata-rata distribusi :119+125+124 = 122,66 sel/ml 
      3
            Gambar Nannochloropsis oculata      
            https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvfHgIPDfx8-9I8l8f4GeE4ChHweSsmwIB4tVJl61ODLk58cvSAVNHGbm6GEL2mM7M7J4BCSdtp6As_5rzxns8jWJAhM2uci_gZzMSJnbJbcNr08PlmWhYazEriuBe1r2k1qn27xWn8cs/s1600/572_20botryococcus_20braunii.jpghttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCcBiu0qV7jfSOf4zoe5aZ0fc5Xs8W6chB-WW3kuXzA8O6FjQaPBN1Ui2rQ8mObIBoF5y3kMu_QXodE2AiJDROw5vPp4_nuKQo_Mynf1ljjinIdC8QwoaQMechkbCbUMpei91Rj_22fX17/    
                                               
4.2       Pembahasan
                       
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui densitas dan pola distribusi Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata. Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil dimana persebaran Nannochloropsis oculata lebih banyak dibandingkan Spirulina platensis. Untuk mengamati persebaran Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata, diganakan mikroskop dengan perbesaran 40x untuk Spirulina platensis dan 100x untuk Nannochloropsis oculata, hal ini dikarenakan Nannochloropsis oculata lebih kecil daripada Spirulina platensis.
            Faktor - faktor yang mempengaruhi distribusi keduanya yaitu pH, intensitas cahaya, ketersediaan nutrien, suhu, salinitas, keberadaan karbondioksida dan aerasi. Tidak adanya salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan berkurangnya distribusi keduanya. Keduanya juga mempunyai manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia, misalnya Spirulina platensis dapat dijadikan sebagai bahan anti kanker. Itu sebabnya mengapa keduanya dibudidayakan oleh manusia, dan keberadaan mereka pun melimpah karena keduanya mudah untuk dibudidayakan.
            Dalam praktikum juga dilakukan penghitungan distribusi yang dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dan setiap pengulangan dilakukan pergeseran sebanyak  5 kali. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang akurat dan untuk mengetahui apakah Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata melakukan suatu perpindahan. Hasil praktikum menunjukan bahwa Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata berpindah dan mampu bergeser, bergesernya Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata dipengaruhi oleh air atau cairan yang ada didalam sedgewick rafter. Hal ini sesuai dengan sifat sifat plankton yang pergerakannya terbatas dan dipengaruhi oleh arus.
BAB V
PENUTUP

5.1       Kesimpulan
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpilkan bahwa:
1.      Kelimpahan Nannochloropsis oculata lebih banyak daripada Spirulina platensis
2.      Keberadaan mikroalga dipengaruhi pH, intensitas cahaya, salinitas, suhu, karbondioksida, ketersediaan nutrient, dan aerasi.

5.2       Saran
Pada saat melakukan praktikum sebaiknya dilakukan pengecekan terhadap alat alat yang akan digunakan, untuk meminimalisir kerusakan serta kecelakaan kerja pada saat praktikum.


















DAFTAR PUSTAKA

Angka dan Suhartono. 2000. Manfaat dan Kandungan Biota-biota Laut. Kanisius. Yogyakarta
Anonim. 2008. Faktor-faktor distribusi alga. Kanisius. Yogyakarta
Cotteau. 1996.Trends in ecology and evolution. Doctor disertation, University of Rostock
Eryanto. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka. Jakarta
Isnansetyo dan Kurniastuty.1995.Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Jogjakarta. 198 hal
Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: suatu pendekatan ekologis. Gramedia : Jakarta
Pamungkas, Agung. 2005. Sistem Taksonomi hewan dan tumbuhan. ANDI : Bandung
Richmond, J.E. 1988. Plankton and productivity in the oceans. Pergamon Press : Oxford
Taw Nyan,DR. 1990 . Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang : United Nations Development Progrramme Food and agriculture organization of the Unite Nations. US. 34 hal (diterjemahkan oleh : Budiono M & Indah W)
http://www.aquafiles.wordpress.com
http://www.library.its.ac.id

TOKSIN YANG DIHASILKAN OLEH CYANOBACTERIA


TOKSIN-TOKSIN YANG DIHASILKAN OLEH CYANOBACTERIA

Cyanobacteria ditemukan di hampir semua habitat yang bisa dibayangkan, dari samudera ke air tawar ke batu sampai tanah. Mereka bisa bersel tunggal atau koloni. Koloni dapat membentuk filamen ataupun lembaran. Cyanobacteria termasuk uniselular, koloni, dan bentuk filamen. Beberapa koloni filamen memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi tiga tipe sel yang berbeda: sel vegetatif adalah yang normal, sel fotosintesis pada kondisi lingkungan yang baik, dan tipe heterokista yang berdinding tebal yang mengandung enzim nitrogenase. Setiap individu sel umumnya memiliki dinding sel yang tebal, lentur, dan Gram negatif. Cyanobacteria tidak memiliki flagela. Mereka bergerak dengan meluncur sepanjang permukaan. Kebanyakan cyanobacteria ditemukan di air tawar, sedangkan lainnya tinggal di lautan, terdapat di tanah lembab, atau bahkan kadang-kadang melembabkan batuan di gurun. Beberapa bersimbiosis dengan lumut kerak, tumbuhan, berbagai jenis protista, atau spons dan menyediakan energi bagi inang.

Toksin Cyanobacteria :
Cyanobacteria atau biru-hijau algae terjadi di seluruh dunia terutama dalam tenang, gizi kaya air. Beberapa spesies cyanobacteria memproduksi toxins yang mempengaruhi hewan dan manusia. Orang mungkin akan menemukan cyanobacterial toxins oleh minum atau mandi di air ketularan. Yang paling sering dan serius efek kesehatan yang disebabkan oleh air minum yang mengandung toxins (cyanobacteria), atau selama proses menelan rekreasi air kontak.
Cyanobacterial toxins diklasifikasi oleh pengaruhnya terhadap tubuh manusia.
a. Hepatotoxins (yang mempengaruhi hati) yang diproduksi oleh beberapa jenis dari cyanobacteria, misalnya :Microcystis, Anabaena, Oscillatoria, Nodularia, Nostoc, Cylindrospermopsis dan Umezakia.       
b. Neurotoxins (yang mempengaruhi sistem saraf) yang diproduksi oleh beberapa jenis dari Aphanizomenon dan Oscilatoria.     
c. Cyanobacteria dari spesies Cylindroapermopsis Raciborski Mei juga menghasilkan racun alkaloids, gastrointestinal menyebabkan gejala ginjal atau penyakit pada manusia. Tidak semua spesies cyanobacteria ini formulir toxins dan kemungkinan yang ada namun tidak dikenal sebagai toxins.
Terutama orang yang terkena cyanobacterial toxins karena minum atau mandi di air ketularan. Sumber lain termasuk makanan algal tablet. Beberapa spesies membentuk buih di atas air, konsentrasi tinggi, tetapi juga terdapat di seluruh permukaan air. Permukaan scums, bahaya untuk kesehatan manusia terutama kontak langsung. Kontak, terutama pada anak-anak, harus dihindari.
Intervensi :     
* Mengurangi gizi build-up (eutrophication) di danau dan waduk, terutama oleh manajemen yang lebih baik dari sistem pembuangan limbah dan pengendalian pencemaran oleh pupuk (termasuk pupuk) dari pertanian.   
* Mendidik staf dan kesehatan di sektor air, serta masyarakat, tentang risiko minum, mandi atau olahraga air di air mungkin mengandung densities tinggi dari cyanobacteria.   
* perawatan air untuk menghapus organisme dan toxins dari pasokan air minum.


Penyakit dan bagaimana akan mempengaruhi orang-orang
Penyakit akibat cyanobacterial toxins bervariasi sesuai dengan jenis toksin dan jenis air atau air yang terkait dengan eksposur (minum, kulit kontak, dll). Manusia akan terpengaruh dengan berbagai gejala, termasuk iritasi kulit, keram perut, muntah, mual, diare, demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, sakit otot dan sendi, blisters dari mulut dan kerusakan hati. Berenang di air yang mengandung cyanobacterial toxins Mei menderita reaksi alergi, seperti asma, mata iritasi, rashes, dan blisters sekitar mulut dan hidung. Binatang, burung, dan ikan juga dapat keracunan oleh tingginya tingkat produksi toksin-cyanobacteria.



PERANAN YANG MERIGIKAN    

Selain menguntungkan, ganggang biru juga memiliki pengaruh yang berbahaya bagi manusia atau hewan. Ganggang biru dapat menimbulkan ganggian apa bila mereka “meledak” (Blooming) dalam jumah besar kemudian mati di badan air tawar yang digunakan untuk minum dan tempat rekreasi. Beberapa jenis ganggang biru bertanggung jawab terhadap bau tanah dan warna pada air tawar, termasuk air minum, karena mereka menghasilkan senyawa yang disebut geosmins. Beberapa anggota ganggang biru lainnya seperti Microcystis, Anabaena,Oschillatoria, apa bila meledak akan menghasilkan toksin yang dapat meracuni hewah dan menusia yang meminum air yang terkontaminasi ganggang biru tersebut. Jenis LYNGBIA MAJUSCULA , Schizothix calcilola, Oscillatoria nogroviridis, yang terdapat di laut tropis dan subtropics, dapatmenywbabkan iritasi kulit yang dikenal sebagai “gatal perenang” selain itu, karena kemampuannya tumbuh pada tempat-tempat yang keras, seperti batu-batuan ganggang biru dapat menyebabkan pelapukan pada bangunan bersejarah seperti candi dan arca. 

Racun ganggang biru adalah racun yang dihasilkan oleh ganggang biru. Racun tersebut terdapat di perairan,baik air tawar maupun air laut. Hal itu terjadi pada saat terjadi ledakan populasi ganggang biru yang membentuk buih di permukaan air. Ledakan populasi ganggang biru terjadi di perairan yang kaya akan nutrisi, misalnya fosfat dari deterjen dan dari pupuk fosfat. Racun tersebut dikeluarkan ke air pada saat sel-sel ganggang biru mati.   
Racun ganggang biru dibedakan menjadi beberapa kategori.Beberapa jenis racun ganggang biru diketahui menyerang hati (hepatotoksin)atau sistem saraf (neurotoksin). Sementara itu,racun ganggang biru lainya menyebabkan iritasi pada kulit. Jika tertelan, baik melalui air yang diminum ataupun melalui daging ikan yang dimakan, racun tersebut dapat menyebabkan gatal-gatal dan iritasi pada mata serta kulit,seperti alergi. Pemasakan air yang terkontaminasi racun ganggang biru tidak akan menghilangkan racun tersebut. Keberadaan racun ganggang biru di suatu perairan dapat diketahui dari rasa, bau, atau penampakan airnya.      
Keracunan yang paling banyak dilaporkan disebabkan oleh mikrosistin. Mikrosistin adalah racun yang dihasilkan Microcystis aeruginosa. Racun tersebut menyebabkan perbesaran dan penyumbatan pada hati yang diikuti dengan nekrosis serta perdarahan selain itu, mikrosistin juga menghasilkan neurotoksin. Mikrosistin dapat bertahan di perairan dingin atau perairan hangat serta toleran terhadap perubahan sifat-sifat kimia air, semisal pH, terutama karena struktur kimianya. Sejauh ini, para ahli telah menemukan sekitar 50jenis mikrosistin.
Dalam kehidupan manusia, ganggang biru dapat menguntungkan dan merugikan. Peranan ganggang biru yang menguntungkan, antara lain dapat mengurangi erosi, menyuburkan tanah dan tumbuhan dengan cara mengikat nitrogen bebas, sebagai organisme perintis, dan sebagai sumber makanan. Adapun peranan yang merugikan antara lain menyebabkan bau tanah dan warna pada air tawar, memcemari perairan, dan melapukkan candi atau arca.